Dapurremaja.com| Duren Seribu
Warga RW 03 Kelurahan Duren Seribu, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, kini aktif mengembangkan budidaya maggot sebagai solusi inovatif dalam pengelolaan sampah organik. Selain berdampak pada lingkungan, program ini juga mendorong peningkatan ekonomi masyarakat.
Budidaya maggot yang dilakukan di atas lahan seluas 100 meter persegi tersebut, memanfaatkan area khusus seluas 50 meter persegi untuk pemeliharaan sekitar 200 boks larva lalat Black Soldier Fly (BSF). Lokasi ini juga dijadikan pusat pembibitan maggot yang berasal dari BSF atau dikenal juga dengan istilah “kupa”.
Ketua RW 03 Duren Seribu, Saefudin, atau yang akrab disapa RW Uban, turut menyampaikan dampak positif dari program budidaya ini.
“Setiap hari kami mengumpulkan sekitar 250 kilogram sampah organik dari warga. Kini, sampah tersebut bisa diolah menjadi pakan maggot yang bernilai ekonomi,” jelasnya.
Lebih dari itu, warga RW 03 juga mengembangkan program ketahanan pangan berbasis bioklok, yaitu budidaya ikan lele dalam ember atau kolam yang pakannya berasal dari maggot.
“Saya berharap ke depan penjualan maggot dapat berjalan lebih lancar, harga jual semakin stabil, dan lebih banyak warga yang tertarik untuk bergabung dalam budidaya ini,” tambahnya.
Rencananya, RW 03 akan menggelar acara peresmian (launching) program budidaya maggot untuk memperkenalkan inisiatif ini secara lebih luas kepada masyarakat.
Pendamping budidaya maggot Kecamatan Bojongsari, Rojun, mengungkapkan bahwa program ini telah memberikan dampak signifikan dalam mengurangi volume sampah organik yang sebelumnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Dengan adanya budidaya maggot di Kecamatan Bojongsari, setiap harinya kita berhasil mengurangi sampah organik hingga mencapai 9 ton,” ujar Rojun saat ditemui wartawan pada Selasa (14/10/2025).
Hingga saat ini, tercatat empat kelurahan di Kecamatan Bojongsari yang telah aktif menjalankan program serupa, yakni Kelurahan Duren Seribu, Bojongsari Baru, Duren Mekar, dan Curug.
Rojun menambahkan bahwa hasil panen maggot dijual melalui kerja sama dengan pihak offtaker Green Prosa Taman Safari Bogor.
“Setiap kelompok masyarakat (pokmas) dapat menghasilkan sekitar 125 kilogram maggot per minggu, dengan harga jual mencapai Rp4.000 per kilogram,” terangnya.
Sebagai Koordinator Dana Kelurahan (Dakel) bidang maggot Kecamatan Bojongsari, Rojun berharap keberhasilan program ini dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk lebih aktif dalam memilah sampah rumah tangga, khususnya sampah organik.
“Setiap hari, maggot membutuhkan sekitar 300 kilogram sampah organik. Dalam sebulan, ini setara dengan 9 ton. Ini tentu menjadi solusi konkret untuk mengurangi sampah lingkungan,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pihak kecamatan, kelurahan, serta pengurus RT dan RW dalam memperkuat pelaksanaan program. Saat ini, seluruh kelurahan di Bojongsari telah memiliki Unit Pengelola Sampah (UPS) dan rumah maggot masing-masing.
Sementara itu, Lurah Duren Seribu, Ahmad Sabani, menyebut bahwa program budidaya maggot telah berjalan di empat RW, yakni RW 01, 03, 04, dan 08. Upaya ini juga didukung dengan penguatan sistem pemilahan sampah melalui bank sampah yang tersebar di RW 02, 04, 10, dan 11.
“Kami berharap pemilahan sampah bisa berjalan lebih maksimal. Saat ini, sudah ada kegiatan kerja bakti setiap Minggu. Dengan pengelolaan sampah yang baik, residu yang tidak bisa diolah dapat diminimalkan sebelum dibuang ke TPA,” jelasnya.
Namun demikian, Ahmad Sabani mengakui masih banyak tantangan, terutama dalam mengubah perilaku sebagian warga yang masih membuang sampah sembarangan, khususnya dari kalangan penghuni kontrakan dan pedagang.
Sebagai bagian dari penguatan program, pihak Kelurahan Duren Seribu juga telah mengundang Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok untuk memberikan sosialisasi kepada para ketua RW tentang pentingnya pemilahan sampah sejak dari sumbernya.
Editor: Supiyadi Ahmad