JPPI Soroti 4,1 Juta Anak Putus Sekolah, Pemerintah Dinilai Abaikan Konstitusi

drnews
By drnews
3 Min Read
PT. MEDIA DAPUR REMAJA - Informasi Iklan dan Media Partner: 081290802946
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji. (Foto: Dok/Pribadi)

Dapurremaja.com | Jakarta

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka belum menunjukkan komitmen serius dalam menjamin hak dasar pendidikan bagi seluruh anak Indonesia. Dalam evaluasi satu tahun pemerintahan, JPPI menyebut negara telah gagal memenuhi amanat konstitusi untuk menyediakan pendidikan dasar gratis dan tanpa diskriminasi.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih terdapat 4,1 juta anak di Indonesia yang tidak bersekolah, sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi. “Pemerintah belum melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pendidikan dasar digratiskan, baik di sekolah negeri maupun swasta,” kata Ubaid dalam keterangan tertulis yang diterima pada Senin, 20 Oktober 2025.

Negara Dinilai Abaikan Amanat Konstitusi

Ubaid menilai pemerintah saat ini lebih fokus pada program-program populis yang bersifat pencitraan ketimbang menuntaskan kewajiban konstitusionalnya. Salah satu kebijakan yang disoroti JPPI adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut telah menyerap anggaran besar namun tidak berdampak langsung terhadap perluasan akses pendidikan.

“Pemerintah boleh bicara makan gratis, tapi kalau anaknya tidak sekolah, itu artinya negara sedang memberi makan kebodohan,” ujar Ubaid. Ia menegaskan bahwa hak atas pendidikan dasar yang diatur dalam Pasal 31 UUD 1945 adalah kewajiban negara, bukan sekadar pilihan kebijakan.

Anggaran MBG Sorotan, Ketimpangan Pendidikan Meningkat

JPPI mencatat bahwa pada tahun 2025, pemerintah telah menganggarkan Rp 171 triliun untuk program MBG. Namun dari jumlah tersebut, Rp 70 triliun dikembalikan oleh Badan Gizi Nasional karena belum terserap secara optimal. Untuk tahun 2026, alokasi anggaran program ini melonjak menjadi Rp 335 triliun, di mana Rp 223 triliun diambil dari porsi anggaran pendidikan.

Ubaid menilai penggunaan anggaran sebesar itu justru memperlebar ketimpangan sosial di sektor pendidikan. Akses ke sekolah bagi anak-anak dari keluarga miskin kian sulit, sementara biaya di sekolah swasta terus meningkat. “Negara gagal hadir dalam memastikan hak konstitusional setiap anak untuk belajar,” katanya.

Pendidikan Dinilai Jadi Proyek Politik

Lebih lanjut, JPPI mendesak pemerintah untuk menghentikan pendekatan politis terhadap sektor pendidikan dan kembali menempatkannya sebagai hak dasar warga negara. “Jika arah kebijakan ini tidak segera dikoreksi, sejarah akan mencatat bahwa pemerintahan ini memberi makan rakyatnya, tapi membiarkan mereka hidup dalam kebodohan,” ucap Ubaid.

Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar program teknokratis, melainkan tanggung jawab moral dan konstitusional negara yang tak bisa ditawar-tawar. (Sur)

Quick Link

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses