Dapurremaja.com | Bogor
Bogor – Silaturahmi antara pengurus Jatman Idaroh Syu’biyah Kota Bogor dan pihak McDonald’s Indonesia (McD) yang digelar pada Jumat (25/7) lalu, menuai sorotan dan spekulasi di media sosial. Menanggapi hal tersebut, Mudir Jatman Kota Bogor, KH Khotimi Bahri, secara tegas membantah adanya kerja sama maupun dukungan logistik dari pihak McD.
“Acara ini murni silaturahmi. Tidak ada sponsorship, tidak ada amplop, dan tidak ada alokasi transportasi dari pihak McD,” ujar Kiai Khotimi saat memberikan klarifikasi resmi, Jumat (25/7). Ia juga meminta pihak-pihak yang menyebarkan informasi menyesatkan untuk segera mengklarifikasi dan menarik tuduhan bernada fitnah.
“Jika tidak ada klarifikasi dan tidak mau menarik tuduhan, kami akan menempuh langkah hukum atau tindakan lanjutan,” tegasnya.
Dalam pernyataan tertulisnya, KH Khotimi Bahri memaparkan tujuh poin klarifikasi. Di antaranya menegaskan bahwa acara silaturahmi tersebut bukan merupakan bagian dari agenda atau kerja sama resmi dengan McD, dan sama sekali tidak melibatkan struktur Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bogor.
“Silaturahmi ini tidak mengatasnamakan PCNU. Tidak ada kerja sama, tidak ada MoU, dan tidak ada bentuk pengikatan apa pun dengan McD,” katanya.
Ia menambahkan, silaturahmi ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan informal sebelumnya yang terjadi dalam konteks keagamaan—yaitu saat pelaksanaan wukuf di Arafah pada musim haji tahun ini. Beberapa pengurus Jatman dan pihak McD diketahui berada dalam satu area tenda jamaah haji dan menjalin komunikasi non-formal yang kemudian berlanjut di tanah air.
Dalam forum silaturahmi tersebut, pihak McD Indonesia memaparkan bahwa mereka adalah entitas bisnis nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Seluruh proses produksi dari hulu ke hilir, termasuk bahan baku dan tenaga kerja, diklaim berasal dari dan dikelola di Indonesia.
Pihak McD, menurut Kiai Khotimi, juga menyatakan keterbukaan untuk melakukan klarifikasi jika ada isu-isu terkait status kehalalan produk atau afiliasi kepemilikan.
“Informasi yang disampaikan dalam silaturahmi itu penting untuk menyaring opini publik yang terlanjur berkembang. Namun, sayangnya, niat baik ini justru diplintir oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya.
KH Khotimi Bahri menyerukan agar seluruh pihak mengedepankan sikap tabayyun sebelum menyebarkan narasi negatif yang belum terkonfirmasi.
“Dalam organisasi seperti NU dan jaringan tarekat, marwah dan kejujuran adalah prinsip penting. Jangan sampai perbedaan pendapat atau agenda pribadi menodai persatuan umat,” ujarnya.
Ia juga berharap, peristiwa ini bisa menjadi pelajaran bersama agar komunikasi di internal jam’iyah maupun dengan pihak luar dilakukan secara terbuka, santun, dan menjunjung etika organisasi.