Puisi dan Semangat Pemuda Warnai Perayaan Sumpah Pemuda di PWI Kota Depok

Supiyadi Ahmad
PT. MEDIA DAPUR REMAJA - Informasi Iklan dan Media Partner: 081290802946
Juara III: Khanza Nayla Oktaviany (SDN Depok Jaya I)

Dapurremaja.com| Depok

Langit biru muda dengan semburat cahaya matahari yang menembus sela dedaunan menjadi saksi semangat muda yang tumbuh di halaman kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Depok, Selasa (28/10/2025). Tanpa panggung megah dan pengeras suara, perayaan sederhana itu justru menyimpan makna besar: merayakan kata, karya, dan jiwa muda lewat puisi.

Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97, PWI Kota Depok bekerja sama dengan Optik Sejahtera menggelar Lomba Menulis Puisi Antar Pelajar se-Kota Depok bertema “Generasi Muda Berprestasi untuk NKRI”. Kegiatan ini diikuti oleh 27 peserta dari jenjang SD, SMP, hingga SMA yang mengikuti lomba secara daring.

Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah, yang turut hadir dalam pengumuman pemenang di kantor PWI, mengatakan bahwa kegiatan ini bukan sekadar lomba, tetapi bentuk pembinaan karakter dan literasi bagi pelajar.

“Puisi adalah ruang untuk menumbuhkan kepekaan rasa dan kesatuan dalam berbahasa. Kami ingin para pelajar belajar mencintai kata di tengah derasnya arus media sosial,” ujarnya.

Sementara itu, pemilik Optik Sejahtera, Mujiran, menegaskan dukungannya terhadap kegiatan literasi yang digagas oleh PWI.

“Kami sangat mendukung kegiatan positif yang menumbuhkan semangat menulis dan berbahasa santun di kalangan pelajar. Dunia pendidikan dan dunia usaha harus bersinergi membangun generasi berkarakter,” tuturnya.

Mujiran juga berharap kegiatan ini dapat menjadi agenda tahunan PWI Kota Depok untuk terus menumbuhkan semangat kepemudaan dan kecintaan terhadap bahasa Indonesia.

“Selamat kepada para pemenang. Semoga kegiatan sederhana ini menjadi langkah kecil menuju budaya literasi yang besar,” tambahnya.

  1. Juara I: Syesa Agni Fatin (SMA Arrahman Depok)
  2. Juara II: Naura Nabihah (SMA PGRI Depok)
  3. Juara III: Khanza Nayla Oktaviany (SDN Depok Jaya I)
  4. Juara IV: Elok Permataputri (SMPN 32 Depok)

Para pemenang mendapatkan hadiah uang tunai, piagam penghargaan, dan voucher kacamata dari Optik Sejahtera, dengan rincian:

  • Juara I: Rp1 juta + Piagam + Voucher
  • Juara II: Rp750 ribu + Piagam + Voucher
  • Juara III & IV: Rp250 ribu + Piagam + Voucher

Melalui kegiatan ini, PWI Kota Depok membuktikan bahwa semangat Sumpah Pemuda tak hanya hidup di panggung upacara, tetapi juga dalam bait-bait puisi yang lahir dari pena generasi muda.

Juara I: Syesa Agni Fatin, SMA Arrahman Depok

Judul: “Cahaya di Pelupuk Nusantara

”Puisi Syesa tak berteriak. Dia menulis dengan tenang, seperti seseorang yang sudah lama mengenal arti “berprestasi”.

Salah satu penggalannya, ketika dia bacakan membuat ruangan terdiam:

“Kami terjaga di ujung pagi. Menatap mentari di langit suci. Merajut mimpi di bentang sadar. Bahwa berprestasi ialah wujud merdeka sejati.”

Dan di baris lain ia menulis lembut:

“Tinta ilmu kami goreskan. Di lembar waktu, di nadi peradaban. Untuk Indonesia, tanah bahagia.”

Syesa menerima piagamnya sambil menunduk. Di balik jilbab putihnya, senyum kecil muncul, penuh kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan.

Tapi pagi itu, dia membuat semua orang bangga.

Juara II: Naurah Nabihah, SMA PGRI Depok

Judul: “Lentera Bangsa”Posyandu Depok Info

Jika puisi Syesa adalah cahaya yang lembut, karya Naurah adalah api kecil yang menyala.

Dia menulis dengan keberanian, menyentuh isu yang jarang disentuh remaja: ketertarikan pemuda pada layar yang menelan semangat.

“Apakah pemuda yang meringkuk dalam sangkar tak berbesi, atau tersuntuk dalam buaian layar?” Kalimat itu mengguncang. Juri bahkan menyebutnya sebagai “teguran halus untuk generasi sendiri.”

Naurah menutup puisinya dengan pesan yang penuh daya:

“Kita adalah tangan yang mengukir alur masa. Kita adalah lentera bangsa.”

Ketika namanya diumumkan juara, tepuk tangan paling panjang menggema. Mungkin bukan karena puisinya paling indah, tapi karena kata-katanya terasa paling jujur.

Juara III: Khanza Nayla Oktaviany, SDN Depok Jaya 1

Judul: “Anak Bangsa”

Masih berseragam putih merah, Khanza berdiri dengan tubuh mungil tapi mata yang penuh keyakinan. Puisinya sederhana seperti suaranya yang kecil, tapi tegas:

“Wahai anak bangsa, negeri ini butuh kita. Bangkitlah dengan semangatmu yang membara.”

Dia menulis tentang kerja keras, tentang harapan kecil yang bisa mengubah dunia.

Ketika ditanya bagaimana ia menulisnya, Khanza menjawab polos, “Aku nulis malam-malam, habis belajar, soalnya aku mau ikut lomba kayak kakakku dulu.”

Dan pagi itu, dia berhasil membuktikan, bahwa semangat tak mengenal usia.

Juara IV: Elok Permataputri , SMPN 32 Depok

Judul: “Bangkit Generasi Muda Indonesia”

Puisi Elok adalah gema Sumpah Pemuda itu sendiri. Dia menulis:

“Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.

”Sebuah kalimat klasik, tapi ketika keluar dari mulut remaja berusia 14 tahun, dia terasa seperti sumpah yang baru saja diperbarui.

Elok menutup puisinya dengan kalimat ajakan sederhana tapi kuat:

“Bangkit Generasi muda Indonesia!”

Kantor Wartawan, Ruang Sastra yang Tak Terduga

Kantor PWI Kota Depok pagi itu seperti berubah wujud. Ruang rapat yang biasanya dipenuhi kertas berita dan foto liputan, kini dipenuhi puisi dan tawa anak-anak.

Buku tamu yang biasanya diisi oleh pejabat atau narasumber kini diisi oleh nama-nama siswa dengan tulisan miring dan goresan tinta biru.

Rusdy berdiri di tengah ruangan, menatap satu per satu peserta yang masih sibuk berfoto. “Saya melihat masa depan di mata mereka,” ucapnya pelan.

Mereka adalah saksi bahwa semangat Sumpah Pemuda tak padam, hanya berganti medium.

Dan memang, di era digital seperti sekarang, semangat itu menemukan bentuknya sendiri. Bukan lagi lewat rapat dan pidato, tapi lewat kata-kata yang ditulis dengan hati di halaman kertas.

Sekitar pukul sebelas, acara berakhir. Bendera di halaman kantor masih berkibar, langit semakin cerah, dan suara anak-anak yang berpamitan mengisi udara dengan riang.

Tapi di balik semua keceriaan itu, ada sesuatu yang terasa lembut di dada, semacam rasa haru yang tak bisa dijelaskan.

Seorang wartawan senior yang ikut menjadi juri, Musa Sanjaya menulis di buku catatannya:

“Sumpah Pemuda hari ini tak diucapkan di podium, tapi di antara bait-bait yang lahir dari pena anak bangsa.”

Dan mungkin ia benar. Karena pagi itu, di kantor wartawan kecil di Kota Depok, Sumpah Pemuda tidak diperingati, ia dihidupkan kembali.

Menutup Hari dengan HarapanSebelum peserta pulang, Rusdy menutup acara dengan kalimat yang terasa lebih seperti pesan seorang ayah:

“Jaga kata-kata kalian. Sebab dari kata, lahir kejujuran.Dari kejujuran, lahir keyakinan. Dan dari keyakinan, lahir bangsa yang kuat.”

Anak-anak bertepuk tangan, beberapa tersipu malu, tapi semua paham bahwa pagi itu mereka menyaksikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar lomba.

Sebuah pengalaman kecil yang mungkin akan mereka ingat bertahun-tahun kemudian, ketika hidup sudah membawa mereka jauh.

Peringatan Hari Sumpah Pemuda digelar dengan sederhana. Namun, itu indah untuk dikenang!. (*)

Quick Link

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses